Bandar blackjack Surabaya masih tetap seperti dulu. Panasnya bukan main.
Ditambah dengan lalu lintasnya yang semrawut menambah gerah suasana. Meskipun
begitu, suasana kota tampak masih lebih ramah dibandingkan Jakarta.
Pagi itu, si konsultan mengadakan training untuk para
karyawan. Setelah memberikan kata sambutan, dan sekadar berbasa-basi dengan
pimpinan cabang di sana, akupun kembali ke hotel.
Tidak betah lama-lama aku di kantor itu, karena bosan juga
mendengarkan training dari si konsultan. Pak Joko, pimpinan cabang, mengantarku
untuk kembali ke hotelku di kawasan Embong Malang.
"Perlu saya antar ke mana lagi Pak Robert?"
tanyanya.
"Nggak Pak Joko.. Saya nggak mau keluar kok. Sedang
nggak enak badan nih" jawabku.
Memang aku merasa agak sakit hari itu, mungkin terserang
flu.
"Perlu saya antar ke dokter Pak?"
"Nggak usah. Saya sudah minum obat kok".
"Baik bener sih.. Kepengin naik gaji ya?" pikirku
lebih lanjut dalam hati.
Sesampainya di kamar hotel, akupun minum obat flu yang
memang sudah aku siapkan. Rasa kantuk segera menyergap, dan akupun segera
terlelap.
Ketika bangun, aku merasa perutku sudah keroncongan, dan
kulihat memang sekarang telah jam 2.00 siang. Kuraih menu room service yang
berada di meja, tapi kubatalkan niatku untuk memesan. Aku ingin jalan-jalan
sambil makan saja ke pusat perbelanjaan yang terletak di samping hotelku ini.
Mungkin setelah cuci mata, badanku malah terasa agak baikan.
Saat makan di food court, banyak juga anak ABG yang
nongkrong di sana. Nggak kalah juga dengan Jakarta, pikirku. Ada dua anak ABG
manis yang sedang makan di meja sebelahku. Mereka tampak tersenyum-senyum
menggoda. Nafsukupun mulai timbul membayangkan dengan mereka dengan party sex pada saat itu , dan akupun berniat untuk mendekati mereka.
Tiba-tiba terdengar suara wanita di sebelahku.
"Hey, Oom Robert. Kok ada di sini? Kapan datang?"
Kulihat ke arah suara itu, dan tampak seorang wanita cantik,
berkulit putih tersenyum padaku.
"Ehh.. Lolita, kemarin datangnya. Sendirian aja?"
Ternyata dia adalah Lolita, keponakanku. Dia anak sepupu
jauhku. Umurnya 26 tahun dan baru saja dia menikah setahun yang lalu. Dia dan
suaminya berprofesi sebagai dokter gigi, dan mereka bertemu saat sama-sama
kuliah dulu. Bandar blackjack
"Iya Oom. Suamiku sedang ke dokter"
"Udah lama ya nggak ketemu, semenjak pesta pernikahanku
dulu" lanjutnya.
Kamipun kemudian duduk bersama dan berbincang-bincang.
Kulirik meja sebelah, dan kedua ABG tadi tampak kecewa terhadap kedatangan
keponakanku. Tak lama merekapun pergi, mungkin mencari mangsa Oom-Oom yang
lain, he.. He..
"Oom nginep dimana?" tanya Lolita sambil menyantap
sotonya.
"Di sebelah" jawabku.
"Oh.. Lita belum pernah nginep di sana. Bagus nggak Oom
kamarnya?"
"Yach lumayan. Kamu pengin lihat? Kalau begitu kita
terusin ngobrolnya di hotelku yuk" ajakku.
Setelah selesai menyantap hidangan, kamipun berjalan menuju
hotelku.
Terus terang aku tertarik dengan Lolita. Wajahnya yang
cantik, kulitnya yang putih bersih, juga dari pembawaannya yang anggun. Hanya
saja satu kekurangannya, yaitu buah dadanya yang kecil. Meskipun begitu, aku
tidak berani melakukan yang macam-macam dengannya, karena tampak dia adalah
wanita yang baik-baik. Berpakaianpun selalu sopan, meskipun hal itu tidak
mengurangi pandangan laki-laki di plaza tersebut saat kami berjalan melintas.
Tampak mereka mengagumi wajah Lolita yang memang cantik dan anggun itu.
"Mau minum apa Lit?" tanyaku sambil membuka
minibar sesampainya di kamarku.
"Coca Cola aja deh Oom" jawabnya. Kuambil sekaleng
coke dan kuberikan padanya.
"Kamu gimana.. Sudah hamil belum?" tanyaku.
"Belum Oom.. Suamiku masih ada masalah" jawabnya
lirih.
"Lho memang kenapa?" selidikku lebih lanjut.
"Malu ah Oom"
"Jangan malu-malu Lit. Kita khan masih saudara.
Terlebih saya pasti akan merahasiakan hal ini kok"
Lolitapun kemudian curhat menceritakan keadaan rumah
tangganya. Ternyata suaminya menderita diabetes, dan itu berkomplikasi yang
membuatnya menjadi impoten. Saat bercerita tampak bola mata Lolita mulai
berkaca-kaca.
"Terus kamunya sendiri bagaimana Lit?" tanyaku
penuh perhatian.
"Yah aku mencoba untuk menyembuhkan suamiku"
jawabnya lagi lirih.
"Teruskan Lit, ceritamu. Jangan sungkan-singkan.
Mungkin Oom bisa kasih saran" kataku.
Dia kemudian bercerita suaminya telah berobat dari modern
medicine sampai yang alternatif, tetapi masih juga kemaluannya tak bisa gagah
perkasa seperti lelaki normal. Memang ada kemajuan, sudah bisa sedikit ereksi,
tetapi tidak bisa terlalu keras. Lolita kemudian bercerita juga bahwa dia
sebenarnya sudah tidak tahan dengan keadaan ini, dan sempat berpikir akan
menceraikan suaminya. Tapi itu tidak dapat dilakukannya karena cintanya yang
sangat besar pada Andi suaminya itu.
"Oom sendiri kok belum menikah sih?"
"Belum dapet yang cocok Lit" jawabku.
"Wah.. Padahal pasti banyak wanita yang pengin jadi
istrinya Oom. Soalnya Oom kelihatannya laki-laki banget" kata Lolita
sambil tersenyum menggoda.
Nafsuku terus terang mulai naik, melihat Lolita seperti
memberikan lampu hijau untukku. Kuraih tangannya yang halus dan mulai
kuremas-remas.
"Maksudnya apa Lit?"
"Iya.. Maksud Lita.. Istri Oom nanti pasti puas.."
jawabnya lirih sambil wajahnya tampak merona merah.
Tanganku mulai merambat naik dan merengkuh pundaknya.
Kuelus-elus pundaknya. Kudengar dengusan napas Lolita memberat. Tak
kusia-siakan lagi waktuku. Kuremas rambutnya perlahan sambil kutarik wajahnya.
Bibirkupun segera beradu dengan bibir tipisnya yang merekah.
"Hmm.. Hmm." erangan Lolita ketika dengan bernafsu
kulumat bibirnya. Tangan halus Lolita telah mulai merabai kemaluanku. Seperti
tak sabar dia ingin menikmati kejantanan seorang lelaki tulen.
Tiba-tiba suara HPnya berbunyi.
"Halo.. Oh ya Mas.. Gimana hasilnya?"
Ternyata suaminya yang menelpon.
"Ok Mas.. Aku masih ada urusan. Ketemu di rumah aja
ya"
Setelah itu Lolita menutupnya telepon genggamnya. Diraihnya
lagi wajahku dan diciuminya bibirku dengan bernafsu. Tangannya kembali
mengelus-elus kemaluanku.
"Puaskan Lita Oom.." desahnya.
Tiba-tiba aku sadar, bahwa wanita ini adalah keponakanku
sendiri. Terlebih akupun kenal baik dengan Andi, suaminya. Juga dengan ibunya
yang sepupuku itu.
"Jangan Lit.. Ini nggak boleh. Nggak enak sama
suamimu," kataku sambil beranjak menjauh darinya.
Tampak Lolita kecewa, tapi dia hanya terdiam saja. Akupun
kemudian mengajaknya berbincang-bincang lagi untuk mengalihkan perhatiannya.
Lolita tampak semakin canggung dan malu, karena tak bisa mengontrol nafsu
birahi yang bergolak dalam tubuh mudanya. Tak lama iapun pamit. Bandar blackjack
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !